Sejauh ini,
eksperimentasi skena Black Metal semakin luas dan terukur. Kini Black Metal
tidak hanya semata-mata dapat diukur dari musikalitas, tapi juga dari segi produksi
musik. Produksi musik Black Metal pada era awal memang cenderung terkenal
dengan segi produksi mentahnya (raw), seperti yang kita kenal dalam
album-album awal band-band old-school, seperti: Mayhem, Darkthrone,
Venom, Bathory, Burzum, daln lain sebagainya. Raw Black Metal, meski dalam istilah
terkesan secara jelas menggambarkan ‘produksi mentah’, namun sejatinya secara
pasti menjadi bagian dari sub-genre extreme dari Black Metal. Namun,
semakin ke sini, agaknya istilah lain dari Raw Black Metal berlanjut ke dalam
istilah yang cenderung lebih khusus membahas produksi musiknya itu sendiri,
yakni lo-fi (meski pun sebenarnya penggunaan istilah “raw” sudah
mewakili).
Lo-fi atau low
fidelity, sejatinya merupakan jenis kualitas dalam produksi musik yang
memiliki kecenderungan kualitas rekaman dan produksi yang rendah. Ada pun
penjelasan lain lebih spesifik terkait ini yakni: rekaman musik estetika yang
menghindari teknologi muktakhir dan produksi perekamannya lebih kepada ketidaksempurnaan
teknis, seperti: desisan pita dan suara statis (Supper, 2018). Dalam kecenderungan
yang beriringan dengan perkembangan dari Raw Black Metal, istilah ini mulai
marak digunakan baru-baru ini. Karakter musik Black Metal yang dipadukan dengan
kualitas rekaman Lo-fi ini, semakin membawa aura misterius dalam suatu album
yang terdiri dari gugusan-gugusan lagu. Tone gitar yang nyaring, dengan
paduan tremolo picking, suara drum yang terkesan ‘mendem’, dan vocal
yang kikir atau barangkali dengan komponen yang ‘deep’ menjadikan Lo-fi
Black Metal sangat menarik untuk diikuti para penggiat Raw Black Metal. Menariknya
lagi, band-band dengan jenis musik Lo-fi Black Metal ini merupakan project misterius/anonim.
Sehingga perpaduan dari karakter musik, dan relevansi yang dilakukan artis
semakin menarik untuk disimak.
Akhir ini, dalam kurun
waktu yang cukup lama, playlist saya sendiri cukup banyak diisi oleh
album-album dari musik Lo-fi Black Metal ini. Banyak di antaranya juga yang
merupakan hasil rekomendasi dan hasil dari perselancaran saya di YouTube, dari
channel-channel yang merupakan sarana promosi. Sepertinya akan cukup afdol jika
dalam kesempatan kali ini, saya akan memberikan 3 rekomendasi beserta review
singkat album yang memiliki karakteristik Lo-fi Black Metal. Di antaranya
mungkin akan terdengar masih menggengam konsep raw, namun secara pasti
memiliki komponen-komponen yang mendukung. Berikut ini saya sajikan:
1. Sanguine
Relic – Vampyric Will (2015)
Seperti yang sebelumnya
saya katakakan, band-band Lo-fi Black Metal sendiri secara umum merupakan project
yang misterius. Ini tidak terlepas dari apa yang disuguhkan Sanguine Relic.
Band ini berasal dari United States, mengusung tema: vampirisim, darkness, dan
sadness. Album ini merupakan diskografi ke-3 dari Sanguine Relic pada
tahun 2015, setelah sebelumnya juga telah merilis full-lenght album, dan
demo. Album ini benar-benar memiliki aura misterius yang luar biasa,
dibalut dengan suasana nostalgic, dengan kecenderungan umum Lo-fi Black
Metal. Tremolo picking yang disuguhkan benar-benar memiliki jiwa pada
album ini, vocalnya yang nyaring menjadi santapan khusus pada album ini. Dentuman
drum standar seperti pada Black Metal umumnya menjadikan kombinasi yang ciamik.
2. Nansarunai
– Ultimul Rege (2021)
Indonesia seakan tidak
ada habisnya dalam skena musik extreme, banyak band-band yang
menghasilkan album-album berkualitas dan dilirik oleh skena luar negeri. Kali ini,
Nansarunai berada dalam top chart playlist saya yang bertengger cukup
lama. Nama dari Nansarunai diambil dari nama kerajaan kuno Dayak dari Borneo,
albumnya sendiri memiliki arti “Raja Terakhir.” Nansarunai juga menyuguhkan
kesan ‘misterius’, dengan profil yang anonim namun dengan suguhan musik
yang menarik dan tidak membosankan. Balutan atmosfer yang kelam antara hentakan
drum dan tremolo picking, serta vokal yang mendam dengan suara yang
nyaring namun dibuat low sound, membuat gugusan-gugusan lagu yang
terangkum dalam album ini seakan ingin menyampaikan suatu pesan dari masa lalu.
3. Revenant
Marquis – Milk Teeth (2022)
Barangkali Revenant Marquis merupakan salah satu dalam gelombang Black Metal yang terbilang produktif dalam merilis album, terutama sederet full-lenght album-nya. Band ini berasa dari United Kingdom, tepatnya di Wales. Tema yang diangkat pula seputar: rituals, perversion, dan suffering. Sejauh yang saya ikuti dari Revenant Marquis adalah pada full-lenght album-nya yang berjudul “Below the Landsker Line.” Dengan karakteristik sound yang benar-benar mentah, dan atmosfer yang terbangun megah. Namun, album ini tidak memiliki daya tarik yang lebih besar ketimbang rilisan terbarunya yang berjudul “Milk Teeth.” Album “Milk Teeth” dirilis oleh Death Prayer Records.
Dibuka dengan track berjudul “22 Richards Close Locks Heath” seakan mengantarkan pendengar pada suatu momentum yang menakutkan. Sekilas nada-nada indahnya memanipulasi pendengar, namun ini benar-benar mengejutkan dengan getaran-getaran hasil dari kualitas low fidelity yang sebelumnya saya bahas. Kemudian pada track kedua berjudul “Licentiousness Circle” sudah memberikan gambaran yang lugas pada track-track berikutnya. Suara noise yang muncul dari sela-sela drum, dan gitar juga menyusun komponen-komponen yang berbeda dari band-band Black Metal pada umumnya. Harmonisasi yang dibangun dengan riff-riff gitar yang menyayat secara perlahan seakan mendeskripsikan suatu rasa yang sakit, apalagi dengan vokalnya yang memiliki karakter deep dengan paduang lolongan yang menakutkan. Pada track-track lainnya juga kombinasi harmonisasi, noise, dan lainnya memiliki karakter yang tidak jauh berbeda. Sehingga strukturisasi album ini tidak membosankan dan memiliki keterkaitan satu sama lain.
Penulis: Muhammad Rafi
Akbar
Komentar
Posting Komentar