Svardan - Lost in a New Land: Merangkul Realitas Dengan Fantasi

Seiring berjalannya waktu, regenerasi musik bawah tanah Indonesia semakin giat untuk menunjukan eksistensinya ke khalayak publik. Di Indonesia sendiri, musik Metal masih di-dominasi oleh para penggiat Death Metal dan Black Metal, beserta turunannya. Entah dari sisi Death Metal yang giat melahirkan band Death Metal dengan style old-school sampai sound modern, variasi dari band Slamming maupun Brutal Death Metal - memunculkan banyak band-band yang menembus pasar dunia. Begitu pun dengan Black Metal yang banyak melahirkan band-band Post Black Metal maupun band-band Raw Black Metal yang menunjukan eksistensi dan tetap berkutat di jalur bawah tanahnya.


Lantas bagaimana jadinya jika Black Metal sendiri mempunyai sub-genre turunan yang jarang sekali disentuh, dibawakan atau bahkan masih terbilang langka di Indonesia? Ya, sebut saja genre ini, Dungeon Synth.

Menurut laman Wikipedia, Dungeon Synth adalah genre musik elektronik yang menggabungkan elemen Black Metal dan Dark Ambient. Gaya ini muncul pada awal 1990-an, terutama di kalangan anggota skena black seperti Mortiis, Burzum dan lain-lain. Genre ini biasanya dibawakan untuk intro maupun outro dari band-band Black Metal. Genre ini menggunakan estetika dan tema yang biasanya diasosiasikan dengan Black Metal melalui komposisi musik instrumental dan ambient.

Seiring berkembangnya zaman, Dungeon Synth sendiri mulai melebarkan sayapnya ke se-antero dunia: melahirkan berbagai band-band yang sangat menarik untuk dibahas. Para pelaku Dungeon Synth sendiri sekarang tidak hanya berkutat pada musik gelap, tema kastil, dan yang hanya sebatas menggunakan synth saja. Banyak sekali band yang mengeksplor musiknya secara habis habisan menggunakan drum, gitar, biola dan alat musik lainnya - sehingga muncul berbagai jenis tema dari Dungeon Synth itu sendiri. Ada yang membawakan tema: Medieval, Dark Ambient, Drone Dungeon Synth, Raw Dungeon Synth dan banyak lagi.

Lantas bagaimana pergerakan genre Dungeon Synth ini di tanah air?

Menurut pandangan pribadi saya, Dungeon Synth sangat jarang dilirik oleh Metalhead Indonesia. Bagaimana tidak? Dungeon Synth sendiri jauh dari jangkauan masyarakat Indonesia yang terlalu dimanjakan dengan keganasan musik Metal yang bertempo cepat.

Menurut saya pribadi, Dungeon synth ini laksana rest area ketika Anda suntuk mendengarkan musik Metal yang terkesan sangat ugal-ugalan. Anda disediakan tempat untuk sekedar merebahkan badan, meluruskan kaki atau bahkan meletakan kepala.


Kali ini, saya akan membahas sebuah band Dungeon Synth tanah air bernama, Svardans. Sedikit info: Svardans sendiri adalah project one-man Dungeon Synth yang digawangi oleh Yudha Kelana. Yudha sendiri meracik formula Svardans, memolesnya dengan hati-hati, sehingga menghasilkan 11 track yang sangat epik. 11 lagu itu dibalut ke dalam 1 album yang saya sendiri menggemarinya. Album itu bertajuk Lost in a New Land, yang merupakan sebuah album epik dengan tema fantasi dan medieval yang begitu terasa. Pengalaman saya mendengarkan Svardans: seolah saya sedang berada di padang rumput dan di kelilingi oleh lembah eksotis - disertai dengan semilir angin yang menghantam tubuh ini, dan membuat saya semakin ingin berlama-lama di tanah impian itu. Satu satunya hal yang menurut saya kurang dari album ini adalah durasinya yang terlalu pendek. Hal itu membuat saya tak bisa berlama-lama di lembah impian itu.

Namun, terlepas dari itu semua, saya sendiri merasa bangga terhadap album ini. Album ini membuat Indonesia tak kekurangan memiliki musisi berbakat dengan menyajikan genre yang jarang dilirik oleh masyarakat Indonesia.

***
Teman-teman, itu tadi sedikit pandangan pribadi saya soal Svardans. Lantas, bagimana proses Yudha membuat album Lost in a New Land? Saat ini saya mendapatkan kesempatan untuk berbincang-bincang dengan Yudha Kelana, dan saya akan merekam pembicaraan kali ini dan dengan hati yang riang gembira akan membagikan pengalaman saya kepada teman-teman pembaca semua.

Bagaimana perkenalan Anda dengan genre Dungeon Synth?

Awal kenal Dungeon Synth itu dari album Burzum Hviss Lyset Tar Oss” di track terakhir yang judulnya Tomhet. Dari situ jadi suka dan eksplor beberapa Dungeon Synth di platform digital, terutama Burzum sih.

Kenapa (lebih) memilih genre Dungeon Synth yang terbilang cukup langka di Indonesia?

Buat ngeluarin (ide di) isi kepalaku, dari dulu demen soundtrack-soundtrack movie terutama movie/game berbau abad pertengahan atau fantasy, kea LOTR, Narnia, Age of Emperis.


Bagaimana project ini dimulai?

Awal mula aku bikin itu sekitar November 2021. Awalnya aku emang pengen bikin Dungeon Synth, dan ga kepikiran ngalbum. Tapi temen-temen di internet dorong terus buat ngalbum dan jadi bikin project Svardans, terus syukur juga di rilis sama lebel Archane Anchanter dalam bentuk kaset.

Svardans itu apa?

Svardans sebenernya berasal bahasa Swedia yang artinya tarian pedang (Svärddans) terus supaya bacanya gampang buat aku sendiri akhirnya D-nya di-remove jadi satu. Svardans sendiri aku ambil dari album Belus Burzum, di track nomor lima yang judulnya V. Sverddans.

Berapa lama anda membuat album ini?

Sekitar 3 bulan, karena kehambat waktu juga, dan lagi belajar juga.

Apa konsep yang ingin Anda tonjolkan, dan ceritakan pada album ini?

Aku ngambil konsep fairy tales bedasarkan imajinasiku sendiri. Album Lost in a New Land ini: nyeritain soal putri kerajaan yang diasingkan ke sebuah tempat yang aman dengan para utusan pengawal-pengawalnya. Karena saat itu kerajaan sedang kacau: ketika sudah sampai pada tujuan, tiba-tiba tubuh para pengawal memudar dan menghilang. Akhirnya sang putri sendirian dan terpaksa harus mengelilingi tempat tersebut, berharap mendapat bantuan di tempat yang asing untuk sang putri.

Singkatnya gitu sih, untuk cerita lengkapnya masih lanjut hehe.

Influence Anda dari mana?

Burzum, Fief, Wolcesmen, Myrkur, Ulver, Isengard, Le Vampiric, Pure Wrath, Skald, dan lain-lain.

Bagaimana skena musik Dungeon Synth di Indonesia menurut Anda?

Sekarang Dungeon Synth Indonesia mulai nunjukin eksistensinya meski pun masih (dalam) lingkup yang minoritas. Setauku untuk Dungeon Synth lokal sendiri ada beberapa band yang aku tau: Fraudort, Gloom Wanderer, Vitne Tomheten, Baggins Hole, Lulana, Le Vampiric, Alisamasih dll. Tapi ga menutup kemungkinan juga mungkin di luar sana banyak tapi anon, dan kemaren juga ada debut album dari Silent Garden.

Rencana Svardans untuk kedepan?

Lanjutin cerita Lost in a New Land pastinya.

Kendala apa saja yang mempengaruhi proses pembuatan project?

Kendalanya mungkin cuma alat dan waktu. Aku bikin pake android, jadi, harus bener bener sekreatif mungkin ngakalinnya. Beda ama DAW di PC yang lebih praktis dan lengkap. Kurang lebih begitu.

Kenapa mengambil genre yang ber-tema fairytale?

Pengen nuangin isi imajinasiku, ga puas ama realita keseharianku. Dongeng yang aku buat adalah media terapi, menurutku.

Apakah sempat ada pro & kontra dengan konsep ketika progress?

Mungkin untuk kontranya soal konsistensi dan kerapian karena kurang edukasi dalam bermusik-ku sendiri.

Kalo disuruh membuat tribute untuk seorang musisi, lagu siapa yang akan Anda bawakan?

Burzum, Depresive Silence, Summoning.

Sosok yang paling mendungkung Anda untuk menyelesaikan Svardans?

Beberapa temanku di internet, kayak: Dewa Nanta, Febrian Ariady, Isaro Aprilianto, Dio Wibianto dan temen-temen yang lain.

Ada pesan dan kesan untuk para pembaca, atau ada hal yang ingin Anda sampaikan?

Terima kasih yang udah support Svardans, terima kasih Archane Anchanter udah rilisin album Svardans dan terima kasih yang udah beli kaset Svardans di Arcane Anchanter. Terimakasih Febrian Ariady telah memberikan pertanyaan yang menarik, dan terima kasih (juga) temen-temen Internet.

Penulis: Febrian Ariady
Editor: Muhammad Rafi Akbar

Komentar